Monthly Archives: October 2013

Koprasi Simpan Pinjam Bakrie (GAKOPBA)

Profil Koperasi Bakrie (GAKOPBA)

PT.Bakrie Corrugated Metal Industry  yang berada diJl.Raya Kaliabang Bungur No.86RT.004/02 Telp.021-88958673 Ext. 112Kel. Harapan Jaya Kode Pos : 17124Kec. Bekasi Utara, Tanggal 21 April 2008 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No C-40.HT.03.02-Th.1998 nama Induk Koperasi Bakrie (INKOPBA) dirubah menjadi Gabungan Koperasi Bakrie (GAKOPBA).Didirikan oleh Bapak Anindya N. Bakrie, Keberadaan Kelompok Usaha Bakrie memiliki peranan yang sangat penting. Berbagai peluang bisnis dan lingkungan masyarakat sekitar sebagai salah satu perwujudan pengembangan ekonomi kerakyatan.

Visi

Menjadi lembaga Usaha terkemuka yang dikelola secara profesional dan berperan optimal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Misi

1. Optimalisasi fungsi dan peran koperasi di lingkungan Kelompok Usaha Bakrie

2. Membangun kerjasama kelembagaan (jaringan kerjasama) dengan lembaga-lembaga ekonomi kerakyatan

Berpartisipasi dalam mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Motto

Membangun Koperasi di lingkungan Kelompok Bakrie yang tangguh, mandiri dan berdaya saing

Bidang Usaha

  1. Unit Simpan Pinjam/ penyalur dana bagi anggota (Koperasi Karyawan dan LKM di lingkungan Kelompok Usaha Bakrie)
  2. Pemasaran produk unggulan Unit Usaha Bakrie (anggota)
  3. Investasi
  4. Multi trading
  5. Perdagangan umum dan jasa lainnya

Keanggotaan
Yang menjadi anggota Induk Koperasi Bakrie adalah seluruh koperasi karyawan dan Lembaga Keuangan Mikro serta koperasi-koperasi dilingkungan Kelompok Bakrie:

1. Koperasi Karyawan Bakrie & Brothers
2. Koperasi Karyawan Bakrie Building Industries
3. Koperasi Karyawan Bakrie Pipe Industries
4. Koperasi Karyawan Bakrie Corrugated Metal Industries
5. Koperasi Karyawan Bakrie Tosanjaya
6. Koperasi Karyawan “Usaha Bersama” Braja Mukti Cakra
7. Koperasi Karyawan Bakrie Construction
8. Koperasi Karyawan Jibuhin Bakrie Indonesia
9. Koperasi Karyawan Bakrie Sumatera Plantations
10. Koperasi Karyawan Bakrie Pasaman Plantations
11. Koperasi Karyawan “Tungkal” Agrowiyana
12. Koperasi Karyawan Bakrie Telecom (ESIA)
13. Koperasi Karyawan Kaltim Prima Coal
14. Koperasi Karyawan Arutmin Indonesia
15. Koperasi Karyawan Bali Nirwana Resort
16. Koperasi Karyawan Bakrie Swasakti Utama
17. Koperasi Karyawan Graha Andrasentra Propetindo
18. Koperasi Karyawan Bakrie Life
19. Koperasi Karyawan Malacca Strait Sejahtera (KKMSS)
20. Koperasi Karyawan Cahaya Gas Wunut-EMP Brantas
21. Koperasi Karyawan EMP Kangean
22. Koperasi Karyawan Cakarawala Andalas Televisi (ANTV)

Anggota Kehormatan GAKOPBA

Program perkuatan kopkar oleh GAKOPBA juga ditujukan kepada lembaga-lembaga keuangan mikro lain yang berada dalam lingkungan dan binaan Kelompok Usaha Bakrie dan Koperasi Karyawan :

Anggota Kehormatan GAKOPBA

1.Bank Perkreditan Rakya

2.Koperasi Unit Desa

3.Lembaga Keuangan Mikro

4.Baitul Mal wa Tamwiil

5.Koperasi Serba Usaha

6.Unit Simpan Pinjam

Profil Koperasi Bakrie (GAKOPBA)

PT.Bakrie Corrugated Metal Industry  yang berada diJl.Raya Kaliabang Bungur No.86RT.004/02 Telp.021-88958673 Ext. 112Kel. Harapan Jaya Kode Pos : 17124Kec. Bekasi Utara, Tanggal 21 April 2008 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No C-40.HT.03.02-Th.1998 nama Induk Koperasi Bakrie (INKOPBA) dirubah menjadi Gabungan Koperasi Bakrie (GAKOPBA).Didirikan oleh Bapak Anindya N. Bakrie, Keberadaan Kelompok Usaha Bakrie memiliki peranan yang sangat penting. Berbagai peluang bisnis dan lingkungan masyarakat sekitar sebagai salah satu perwujudan pengembangan ekonomi kerakyatan.

Visi

Menjadi lembaga Usaha terkemuka yang dikelola secara profesional dan berperan optimal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Misi

1. Optimalisasi fungsi dan peran koperasi di lingkungan Kelompok Usaha Bakrie

2. Membangun kerjasama kelembagaan (jaringan kerjasama) dengan lembaga-lembaga ekonomi kerakyatan

Berpartisipasi dalam mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Motto

Membangun Koperasi di lingkungan Kelompok Bakrie yang tangguh, mandiri dan berdaya saing

Bidang Usaha

  1. Unit Simpan Pinjam/ penyalur dana bagi anggota (Koperasi Karyawan dan LKM di lingkungan Kelompok Usaha Bakrie)
  2. Pemasaran produk unggulan Unit Usaha Bakrie (anggota)
  3. Investasi
  4. Multi trading
  5. Perdagangan umum dan jasa lainnya

Keanggotaan
Yang menjadi anggota Induk Koperasi Bakrie adalah seluruh koperasi karyawan dan Lembaga Keuangan Mikro serta koperasi-koperasi dilingkungan Kelompok Bakrie:

1. Koperasi Karyawan Bakrie & Brothers
2. Koperasi Karyawan Bakrie Building Industries
3. Koperasi Karyawan Bakrie Pipe Industries
4. Koperasi Karyawan Bakrie Corrugated Metal Industries
5. Koperasi Karyawan Bakrie Tosanjaya
6. Koperasi Karyawan “Usaha Bersama” Braja Mukti Cakra
7. Koperasi Karyawan Bakrie Construction
8. Koperasi Karyawan Jibuhin Bakrie Indonesia
9. Koperasi Karyawan Bakrie Sumatera Plantations
10. Koperasi Karyawan Bakrie Pasaman Plantations
11. Koperasi Karyawan “Tungkal” Agrowiyana
12. Koperasi Karyawan Bakrie Telecom (ESIA)
13. Koperasi Karyawan Kaltim Prima Coal
14. Koperasi Karyawan Arutmin Indonesia
15. Koperasi Karyawan Bali Nirwana Resort
16. Koperasi Karyawan Bakrie Swasakti Utama
17. Koperasi Karyawan Graha Andrasentra Propetindo
18. Koperasi Karyawan Bakrie Life
19. Koperasi Karyawan Malacca Strait Sejahtera (KKMSS)
20. Koperasi Karyawan Cahaya Gas Wunut-EMP Brantas
21. Koperasi Karyawan EMP Kangean
22. Koperasi Karyawan Cakarawala Andalas Televisi (ANTV)

Anggota Kehormatan GAKOPBA

Program perkuatan kopkar oleh GAKOPBA juga ditujukan kepada lembaga-lembaga keuangan mikro lain yang berada dalam lingkungan dan binaan Kelompok Usaha Bakrie dan Koperasi Karyawan al :

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-fareast-language:EN-US;}

·         1.Bank Perkreditan Rakyat

·         2.Koperasi Unit Desa

·         3.Lembaga Keuangan Mikro

·         4.Baitul Mal wa Tamwil

·         5.Koperasi Serba Usaha

·         6.Unit Simpan Pinjam

Keberadaan CU di Indonesia

No

Nama Credit Union

Alamat

Aset (Rp)

Anggota (Org)

1 Sauan Sibarrung Tana Toraja, Sulsel

141.233.448.051

17.452

2 Kasih Sejahtera Atambua, NTT

141.226.690.611

11.648

3 Mekar Kasih Makassar, Sulsel

80.296.040.003

7.884

4 Sinar Saron Larantuka, NTT

45.297.661.633

4.446

5 Mambuin Manokwari, Papua Barat

35.303.278.879

3.454

6 Gerbang Kasih Ende, NTT

28.132.747.225

2.020

7 Hati Amboina Ambon, Maluku

27.476.963.258

2.847

8 Almendo Sorong, Papua Barat

27.473.011.787

2.244

9 Bahtera Sejahtera Maumere, NTT

22.623.331.980

2.420

10 Sinar Papua Selatan Merauke, Papua

21.695.972.384

3.144

11 Likku Aba Weetebula, NTT

14.171.596.182

1.371

12 Ndar Sesepok Agats, Papua

12.846.559.554

799

13 Mototabian Kotamobagu, Sulut

10.646.290.926

1.429

Jumlah

608.423.592.473

61.158

Profil BKCU Kalimantan DO Indonesia Timur

Keberadaan CU di Indonesia

No

Nama Credit Union

Alamat

Aset (Rp)

Anggota (Org)

1 Sauan Sibarrung Tana Toraja, Sulsel

141.233.448.051

17.452

2 Kasih Sejahtera Atambua, NTT

141.226.690.611

11.648

3 Mekar Kasih Makassar, Sulsel

80.296.040.003

7.884

4 Sinar Saron Larantuka, NTT

45.297.661.633

4.446

5 Mambuin Manokwari, Papua Barat

35.303.278.879

3.454

6 Gerbang Kasih Ende, NTT

28.132.747.225

2.020

7 Hati Amboina Ambon, Maluku

27.476.963.258

2.847

8 Almendo Sorong, Papua Barat

27.473.011.787

2.244

9 Bahtera Sejahtera Maumere, NTT

22.623.331.980

2.420

10 Sinar Papua Selatan Merauke, Papua

21.695.972.384

3.144

11 Likku Aba Weetebula, NTT

14.171.596.182

1.371

12 Ndar Sesepok Agats, Papua

12.846.559.554

799

13 Mototabian Kotamobagu, Sulut

10.646.290.926

1.429

Jumlah

608.423.592.473

61.158

Perbedaan Koperasi Yang Bersifat Sosialis Dan Kapitalis

Koperasi Kapitalis

Antara koperasi dibawah kapitalisme dan koperasi yang bersifat sosialis terdapat perbedaan yang besar. Perbedaan itu antara lain terlihat dalam hubungan hak milik. Dalam koperasi yang bersifat sosialis, misalnya koperasi produksi pertanian, tanah dan alat-alat produksi lainnya yang pokok adalah milik kolektif, milik dari koperasi yang bersangkutan, keadaan nama tidak mungkin terdapat dalam koperasi dibawah kapitalisme. Pengkoperasian serupa itu hanya mungkin terjadi sesudah perubahan tanah (landreform) selesai seluruhnya. Usaha inipun perlu dilakukan bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat kesadaran kaum tani, dan harus atas dasar sukarela, tidak boleh dipaksakan. Tingkat pertama, misalnya, dibentuk dikalangan kaum tani organisasi saling membantu dalam produksi pertanian. Organisasi ini sudah mengandung bibit-bibit sosialisme. Tingkat kedua, diorganisasi koperasi produksi pertanian yang bersifat setengah sosialis, yaitu koperasi pertanian tingkat rendah, tanah dimasukkan sebagai saham, karena tanah dan alat-alat produksi lainnya masih merupakan milik perorangan. Tingkat ketiga, ialah dibentuknya koperasi tingkat tinggi yang bersifat sosialis, dimana tanah dan alat-alat produksi lainnya yang pokok sudah diubah dari milik perseorangan menjadi milik kolektif.

Koperasi Sosialis

Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional.Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.Tampilan terpenting koperasi-koperasi sosialis adalah bahwa mereka diciptakan oleh ideolog-ideolog sosialis non-Marxis dan oleh gerakan-gerakan politik non-komunis. Mereka bukan hasil inisiatif pemerintah, seperti dilakukan kolektif-kolektif komu­nis, meskipun mereka mungkin didukung oleh negara, dan mereka tidak mendorong satu perang revolusioner tetapi lebih-kurang kedamaian di dalam satu sistem kapitalis. Acuan utamanya adalah Kibbutz dari Israel, pengalaman desa Ujamaa di Tanzania, dan koperasi-koperasi Mondragon di Spanyol.

Koperasi-koperasi sosialis ini masih ditandai perbedaan dari koperasi-koperasi model Rochdale. Pertama, mereka mengoposisi pemilikan pribadi dan praktek-praktek kapitalistik di dalam operasi-operasi mereka. Mereka melayani multifungsional. Melnyk menggambarkan ini sebagai “komunitas-komunitas koperasi betul-betul beroperasi pada prinsip-prinsip sosialis dalam satu ling­kungan non-sosialis.

Secara ideologis dia menempatkan mereka antara kolektif-kolektif komunis dan koperasi-koperasi demokratik liberal. Keberhasilan koperasi-koperasi Kibbutz dan koperasi-koperasi buruh Mondragon dijelaskan dalam arti keberadaan mereka sebagai bagian integral masyarakatnya, diterima sebagai pelopor untuk nasionalisme ketimbang sosialisme, sementara menjadi suatu minoritas yang tidak mengancam sistem kapitalis tetapi cukup besar untuk menjangkau imajinasi dan diterima komunitas pendu­kungnya. Pandangannya adalah bahwa mereka mengembangkan satu keseimbangan keberhasilan antara prinsip-prinsip beroperasi sosialis internal (di dalam) dan realitas kapitalis eksternal (di luar) di mana mereka harus bersaing. Kontradiksi dari koperasi-koperasi sosialis ini adalah bahwa sementara mereka menciptakan model-model atraktif mereka tidak dapat lebih terintegrasi dari sebuah minoritas di dalam bangsa. Dalam kata-kata Melnyk mereka “menunjukkan dirinya sendiri menjadi sebuah individual ketimbang satu jawaban publik terhadap kapitalisme.

http://sakola-ug.blogspot.com/2011/12/seperti-apa-koperasi-pancasila-sosialis.html

Perbedaan Koperasi Yang Sifatnya Kapitalis & Sosialis

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

Antara Koperasi Kapitalis, Sosialis

 

Koperasi Kapitalis

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

     di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.

Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa.

 

 Ciri-ciri Kapitalisme:

1.Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
2.Barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif.
3.modal kapitalis (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit) .
Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan (kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena di mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan kasar. Ini adalah arena pertarungan sebagaimana yang dijelaskan Darwin, di mana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan termusnahkan, dan tempat di mana kompetisi yang sengat mendominasi.

 

     Dalam konteks yang hampir sama muncul paham Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan pada metodepasar bebas, pembatasan yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-hak milik pribadi.

     Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham Keynesianisme), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.

     Neoliberalisme bertolakbelakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan gerakanlainnya yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam hubungan internasional dan ekonomi.

 

KoperasiSosialis

     Tampilan terpenting koperasi-koperasi sosialis adalah bahwa mereka diciptakan oleh ideolog-ideolog sosialis non-Marxis dan oleh gerakan-gerakan politik non-komunis. Mereka bukan hasil inisiatif pemerintah, seperti dilakukan kolektif-kolektif komu¬nis, meskipun mereka mungkin didukung oleh negara, dan mereka tidak mendorong satu perang revolusioner tetapi lebih-kurang kedamaian di dalam satu sistem kapitalis. Acuan utamanya adalah Kibbutz dari Israel, pengalaman desa Ujamaa di Tanzania, dan koperasi-koperasi Mondragon di Spanyol.

 

     Koperasi-koperasi sosialis ini masih ditandai perbedaan dari koperasi-koperasi model Rochdale. Pertama, mereka mengoposisi pemilikan pribadi dan praktek-praktek kapitalistik di dalam operasi-operasi mereka. Mereka melayani multifungsional. Melnyk menggambarkan ini sebagai “komunitas-komunitas koperasi betul-betul beroperasi pada prinsip-prinsip sosialis dalam satu ling¬kungan non-sosialis.”

     Secara ideologis dia menempatkan mereka antara kolektif-kolektif komunis dan koperasi-koperasi demokratik liberal. Keberhasilan koperasi-koperasi Kibbutz dan koperasi-koperasi buruh Mondragon dijelaskan dalam arti keberadaan mereka sebagai bagian integral masyarakatnya, diterima sebagai pelopor untuk nasionalisme ketimbang sosialisme, sementara menjadi suatu minoritas yang tidak mengancam sistem kapitalis tetapi cukup besar untuk menjangkau imajinasi dan diterima komunitas pendu-kungnya. Pandangannya adalah bahwa mereka mengembangkan satu keseimbangan keberhasilan antara prinsip-prinsip beroperasi sosialis internal (di dalam) dan realitas kapitalis eksternal (di luar) di mana mereka harus bersaing. Kontradiksi dari koperasi-koperasi sosialis ini adalah bahwa sementara mereka menciptakan model-model atraktif mereka tidak dapat lebih terintegrasi dari sebuah minoritas di dalam bangsa. Dalam kata-kata Melnyk mereka “menunjukkan dirinya sendiri menjadi sebuah individual ketimbang satu jawaban publik terhadap kapitalisme.

 

 

http://mirnawati27.blogspot.com/2011/12/antara-koperasi-kapitalis-sosialis-dan.html

 

Kenapa Koperasi Hidup Segan Mati Tak Mau?

       Kurang baiknya kinerja koperasi salah satunya akibat kesalahan paradigma dalam pengembangan koperasi. Yang paling utama harus disadari adalah bahwa baik perusahaan maupun koperasi adalah sama-sama entitas bisnis yang terbentuk untuk suatu tujuan bersama. Bedanya, perusahaan adalah kumpulan uang, sementara koperasi adalah kumpulan orang. Perusahaan terbentuk karena pemilik modal memiliki tujuan bersama yaitu mengumpulkan uang, sedangkan koperasi terbentuk karena anggotanya memiliki tujuan bersama.

     Koperasi haruslah merefleksikan tujuan bersama anggota, hal inilah yang kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Koperasi di Indonesia selama ini dikembangkan dengan paradigma sebagai agen pemerintah, yaitu untuk menyalurkan program-program pemerintah kepada masyarakat terutama untuk sektor-sektor tertentu yang menyerap banyak tenaga kerja, misalnya, pertanian.

     Akibat kesalahan paradigma inilah maka inisiatif masyarakat dalam koperasi tidak muncul. Koperasi yang seharusnya berdiri karena kepentingan bersama anggotanya akhirnya berdiri karena program pemerintah, sehingga keberlangsungannya tidak lama. Dengan paradigma pengembangan koperasi yang seperti ini maka seharusnya pemerintah tidak perlu heran jika banyak koperasi yang mati suri dan baru muncul lagi jika ada program bantuan pemerintah.

     Selain merefleksikan tujuan bersama anggota, keberadaan koperasi haruslah menimbulkan efisiensi dalam mencapai tujuan bersama anggotanya tersebut, hal ini juga kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Bahkan, koperasi justru kerap melakukan monopoli sehingga merugikan pihak di luar anggota koperasi. Misal, koperasi konsumen di sekolah yang menjadikan pasar di lingkungan sekolah tersebut berbentuk monopoli, terkadang menetapkan harga yang lebih mahal ketimbang toko lain.

     Tujuan bersama anggota koperasi konsumen adalah untuk membeli barang-barang kebutuhan dan kalau bisa dengan harga yang lebih murah. Dengan praktik demikian maka siswa yang tidak menjadi anggota koperasi akan dirugikan dengan keberadaan koperasi yang memonopoli pasar tersebut. Sementara yang menjadi anggota koperasi pun secara prinsip dirugikan karena tujuan bersama mereka adalah membeli barang-barang kebutuhan dengan harga lebih murah, bukan mendapat SHU yang lebih besar. Pengabaian efisiensi atas tujuan bersama anggota ini kerap dilakukan dengan tujuan mengejar SHU yang lebih besar atas biaya pihak lain di luar koperasi.

     Sayangnya, sepertinya RUU Koperasi yang diajukan oleh pemerintah tidak mampu menangkap persoalan koperasi seperti yang disebutkan di atas. Sebagian dari isi RUU Koperasi tersebut justru ingin mengubah esensi koperasi menjadi korporasi, terutama dengan munculnya istilah baru yang belum pernah ada dalam koperasi sebelumnya, yaitu Saham Koperasi dan Surplus Hasil Usaha. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melihat persoalan koperasi sebagai persoalan modal dan kurangnya motif pencarian keuntungan dalam pengelolaan koperasi.

     Adanya istilah Saham Koperasi dalam RUU Koperasi menunjukkan bahwa pemerintah ingin membuka pintu permodalan koperasi lebih luas lagi, sehingga diharapkan akan menghidupkan kembali denyut koperasi dalam perekonomian nasional. Sayangnya, seperti sudah disampaikan sebelumnya, masalah utama tidak berkembangnya koperasi bukan karena persoalan modal melainkan karena kesalahan pemerintah sendiri.

     Banyak koperasi terbentuk bukan atas inisiatif dan tujuan bersama anggota, melainkan karena inisiatif dan program pemerintah. Jadi, salah kalau menganggap dengan dibukanya akses permodalan maka koperasi akan serta-merta bergairah lagi. Adanya istilah Saham Koperasi juga akan mengubah tujuan koperasi, bukan lagi melayani tujuan bersama anggota melainkan mencari keuntungan. Lalu, apa esensi dari koperasi kalau
demikian?

     Adanya istilah Surplus Hasil Usaha dalam RUU Koperasi juga menunjukkan bahwa pemerintah melihat tidak berkembangnya koperasi karena koperasi mengabaikan efisiensi usaha yang tecermin dari SHU. Mungkin pemerintah melihat bahwa semakin efisien koperasi maka seharusnya SHU juga semakin besar. Maka, istilah Sisa Hasil Usaha diganti menjadi Surplus Hasil Usaha untuk memberikan penekanan bahwa koperasi harus lebih memperhatikan surplus atau SHU.

     Padahal, tujuan koperasi bukanlah surplus, melainkan melayani tujuan bersama anggota. Efisiensi koperasi bukan tecermin dari surplus koperasi, melainkan dari surplus anggota, yaitu efisiensi yang didapatkan anggota dalam mencapai tujuan bersamanya dengan bergabung di koperasi. Jadi, SHU pada prinsipnya adalah sisa bukan surplus, karena surplus yang sesungguhnya seharusnya dinikmati oleh anggota koperasi.

     RUU Koperasi justru gagal menangkap persoalan utama koperasi. Berat untuk mengatakannya, namun sepertinya kado ulang tahun ke-64 Hari Koperasi Indonesia tidak terlalu indah. (Republika)

Sumber : http://esharianomics.com/opinion/meluruskan-paradigma-koperasi/

Kenapa Koperasi Hidup Segan Mati Tak Mau ?

Kurang baiknya kinerja koperasi salah satunya akibat kesalahan paradigma dalam pengembangan koperasi. Yang paling utama harus disadari adalah bahwa baik perusahaan maupun koperasi adalah sama-sama entitas bisnis yang terbentuk untuk suatu tujuan bersama. Bedanya, perusahaan adalah kumpulan uang, sementara koperasi adalah kumpulan orang. Perusahaan terbentuk karena pemilik modal memiliki tujuan bersama yaitu mengumpulkan uang, sedangkan koperasi terbentuk karena anggotanya memiliki tujuan bersama.
Koperasi haruslah merefleksikan tujuan bersama anggota, hal inilah yang kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Koperasi di Indonesia selama ini dikembangkan dengan paradigma sebagai agen pemerintah, yaitu untuk menyalurkan program-program pemerintah kepada masyarakat terutama untuk sektor-sektor tertentu yang menyerap banyak tenaga kerja, misalnya, pertanian.
Akibat kesalahan paradigma inilah maka inisiatif masyarakat dalam koperasi tidak muncul. Koperasi yang seharusnya berdiri karena kepentingan bersama anggotanya akhirnya berdiri karena program pemerintah, sehingga keberlangsungannya tidak lama. Dengan paradigma pengembangan koperasi yang seperti ini maka seharusnya pemerintah tidak perlu heran jika banyak koperasi yang mati suri dan baru muncul lagi jika ada program bantuan pemerintah.
Selain merefleksikan tujuan bersama anggota, keberadaan koperasi haruslah menimbulkan efisiensi dalam mencapai tujuan bersama anggotanya tersebut, hal ini juga kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Bahkan, koperasi justru kerap melakukan monopoli sehingga merugikan pihak di luar anggota koperasi. Misal, koperasi konsumen di sekolah yang menjadikan pasar di lingkungan sekolah tersebut berbentuk monopoli, terkadang menetapkan harga yang lebih mahal ketimbang toko lain.
Tujuan bersama anggota koperasi konsumen adalah untuk membeli barang-barang kebutuhan dan kalau bisa dengan harga yang lebih murah. Dengan praktik demikian maka siswa yang tidak menjadi anggota koperasi akan dirugikan dengan keberadaan koperasi yang memonopoli pasar tersebut. Sementara yang menjadi anggota koperasi pun secara prinsip dirugikan karena tujuan bersama mereka adalah membeli barang-barang kebutuhan dengan harga lebih murah, bukan mendapat SHU yang lebih besar. Pengabaian efisiensi atas tujuan bersama anggota ini kerap dilakukan dengan tujuan mengejar SHU yang lebih besar atas biaya pihak lain di luar koperasi.
Sayangnya, sepertinya RUU Koperasi yang diajukan oleh pemerintah tidak mampu menangkap persoalan koperasi seperti yang disebutkan di atas. Sebagian dari isi RUU Koperasi tersebut justru ingin mengubah esensi koperasi menjadi korporasi, terutama dengan munculnya istilah baru yang belum pernah ada dalam koperasi sebelumnya, yaitu Saham Koperasi dan Surplus Hasil Usaha. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melihat persoalan koperasi sebagai persoalan modal dan kurangnya motif pencarian keuntungan dalam pengelolaan koperasi.
Adanya istilah Saham Koperasi dalam RUU Koperasi menunjukkan bahwa pemerintah ingin membuka pintu permodalan koperasi lebih luas lagi, sehingga diharapkan akan menghidupkan kembali denyut koperasi dalam perekonomian nasional. Sayangnya, seperti sudah disampaikan sebelumnya, masalah utama tidak berkembangnya koperasi bukan karena persoalan modal melainkan karena kesalahan pemerintah sendiri.
Banyak koperasi terbentuk bukan atas inisiatif dan tujuan bersama anggota, melainkan karena inisiatif dan program pemerintah. Jadi, salah kalau menganggap dengan dibukanya akses permodalan maka koperasi akan serta-merta bergairah lagi. Adanya istilah Saham Koperasi juga akan mengubah tujuan koperasi, bukan lagi melayani tujuan bersama anggota melainkan mencari keuntungan. Lalu, apa esensi dari koperasi kalau
demikian?
Adanya istilah Surplus Hasil Usaha dalam RUU Koperasi juga menunjukkan bahwa pemerintah melihat tidak berkembangnya koperasi karena koperasi mengabaikan efisiensi usaha yang tecermin dari SHU. Mungkin pemerintah melihat bahwa semakin efisien koperasi maka seharusnya SHU juga semakin besar. Maka, istilah Sisa Hasil Usaha diganti menjadi Surplus Hasil Usaha untuk memberikan penekanan bahwa koperasi harus lebih memperhatikan surplus atau SHU.

Padahal, tujuan koperasi bukanlah surplus, melainkan melayani tujuan bersama anggota. Efisiensi koperasi bukan tecermin dari surplus koperasi, melainkan dari surplus anggota, yaitu efisiensi yang didapatkan anggota dalam mencapai tujuan bersamanya dengan bergabung di koperasi. Jadi, SHU pada prinsipnya adalah sisa bukan surplus, karena surplus yang sesungguhnya seharusnya dinikmati oleh anggota koperasi.

RUU Koperasi justru gagal menangkap persoalan utama koperasi. Berat untuk mengatakannya, namun sepertinya kado ulang tahun ke-64 Hari Koperasi Indonesia tidak terlalu indah. (Republika)
https://husnahapriyaniblog.wordpress.com/2013/10/21/kenapa-koperasi-hidup-segan-mati-tak-mau/
 

KENAPA KOPERASI HIDUP SEGAN MATI TAK MAU ?

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

Kurang baiknya kinerja koperasi salah satunya akibat kesalahan paradigma dalam pengembangan koperasi. Yang paling utama harus disadari adalah bahwa baik perusahaan maupun koperasi adalah sama-sama entitas bisnis yang terbentuk untuk suatu tujuan bersama. Bedanya, perusahaan adalah kumpulan uang, sementara koperasi adalah kumpulan orang. Perusahaan terbentuk karena pemilik modal memiliki tujuan bersama yaitu mengumpulkan uang, sedangkan koperasi terbentuk karena anggotanya memiliki tujuan bersama.

 

Koperasi haruslah merefleksikan tujuan bersama anggota, hal inilah yang kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Koperasi di Indonesia selama ini dikembangkan dengan paradigma sebagai agen pemerintah, yaitu untuk menyalurkan program-program pemerintah kepada masyarakat terutama untuk sektor-sektor tertentu yang menyerap banyak tenaga kerja, misalnya, pertanian.

 

Akibat kesalahan paradigma inilah maka inisiatif masyarakat dalam koperasi tidak muncul. Koperasi yang seharusnya berdiri karena kepentingan bersama anggotanya akhirnya berdiri karena program pemerintah, sehingga keberlangsungannya tidak lama. Dengan paradigma pengembangan koperasi yang seperti ini maka seharusnya pemerintah tidak perlu heran jika banyak koperasi yang mati suri dan baru muncul lagi jika ada program bantuan pemerintah.

 

Selain merefleksikan tujuan bersama anggota, keberadaan koperasi haruslah menimbulkan efisiensi dalam mencapai tujuan bersama anggotanya tersebut, hal ini juga kurang diperhatikan dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Bahkan, koperasi justru kerap melakukan monopoli sehingga merugikan pihak di luar anggota koperasi. Misal, koperasi konsumen di sekolah yang menjadikan pasar di lingkungan sekolah tersebut berbentuk monopoli, terkadang menetapkan harga yang lebih mahal ketimbang toko lain.

 

Tujuan bersama anggota koperasi konsumen adalah untuk membeli barang-barang kebutuhan dan kalau bisa dengan harga yang lebih murah. Dengan praktik demikian maka siswa yang tidak menjadi anggota koperasi akan dirugikan dengan keberadaan koperasi yang memonopoli pasar tersebut. Sementara yang menjadi anggota koperasi pun secara prinsip dirugikan karena tujuan bersama mereka adalah membeli barang-barang kebutuhan dengan harga lebih murah, bukan mendapat SHU yang lebih besar. Pengabaian efisiensi atas tujuan bersama anggota ini kerap dilakukan dengan tujuan mengejar SHU yang lebih besar atas biaya pihak lain di luar koperasi.

 

Sayangnya, sepertinya RUU Koperasi yang diajukan oleh pemerintah tidak mampu menangkap persoalan koperasi seperti yang disebutkan di atas. Sebagian dari isi RUU Koperasi tersebut justru ingin mengubah esensi koperasi menjadi korporasi, terutama dengan munculnya istilah baru yang belum pernah ada dalam koperasi sebelumnya, yaitu Saham Koperasi dan Surplus Hasil Usaha. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melihat persoalan koperasi sebagai persoalan modal dan kurangnya motif pencarian keuntungan dalam pengelolaan koperasi.

 

Adanya istilah Saham Koperasi dalam RUU Koperasi menunjukkan bahwa pemerintah ingin membuka pintu permodalan koperasi lebih luas lagi, sehingga diharapkan akan menghidupkan kembali denyut koperasi dalam perekonomian nasional. Sayangnya, seperti sudah disampaikan sebelumnya, masalah utama tidak berkembangnya koperasi bukan karena persoalan modal melainkan karena kesalahan pemerintah sendiri.

 

Banyak koperasi terbentuk bukan atas inisiatif dan tujuan bersama anggota, melainkan karena inisiatif dan program pemerintah. Jadi, salah kalau menganggap dengan dibukanya akses permodalan maka koperasi akan serta-merta bergairah lagi. Adanya istilah Saham Koperasi juga akan mengubah tujuan koperasi, bukan lagi melayani tujuan bersama anggota melainkan mencari keuntungan. Lalu, apa esensi dari koperasi kalau
demikian?

 

Adanya istilah Surplus Hasil Usaha dalam RUU Koperasi juga menunjukkan bahwa pemerintah melihat tidak berkembangnya koperasi karena koperasi mengabaikan efisiensi usaha yang tecermin dari SHU. Mungkin pemerintah melihat bahwa semakin efisien koperasi maka seharusnya SHU juga semakin besar. Maka, istilah Sisa Hasil Usaha diganti menjadi Surplus Hasil Usaha untuk memberikan penekanan bahwa koperasi harus lebih memperhatikan surplus atau SHU.

 

Padahal, tujuan koperasi bukanlah surplus, melainkan melayani tujuan bersama anggota. Efisiensi koperasi bukan tecermin dari surplus koperasi, melainkan dari surplus anggota, yaitu efisiensi yang didapatkan anggota dalam mencapai tujuan bersamanya dengan bergabung di koperasi. Jadi, SHU pada prinsipnya adalah sisa bukan surplus, karena surplus yang sesungguhnya seharusnya dinikmati oleh anggota koperasi.

 

RUU Koperasi justru gagal menangkap persoalan utama koperasi. Berat untuk mengatakannya, namun sepertinya kado ulang tahun ke-64 Hari Koperasi Indonesia tidak terlalu indah. (Republika)

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/kenapa-koperasi-di-indonesia-mati-suri/